Seandainya Kita Berbicara Tentang Fermi Paradox
Pemikiran Linier – Fermi Paradox adalah sebuah kontradiksi yang muncul ketika kita mempertimbangkan kemungkinan keberadaan kehidupan cerdas di alam semesta luar bumi dan fakta bahwa kita belum menemukan bukti keberadaannya. Kontradiksi ini bernama Fermi Paradox setelah fisikawan Italia Enrico Fermi, yang memperhatikan kontradiksi ini pada tahun 1950-an. Fermi berargumen bahwa jika kehidupan cerdas di alam semesta itu umum, maka harus ada banyak peradaban di luar sana yang telah berkembang selama jutaan atau bahkan miliaran tahun. Namun, jika demikian, mengapa kita belum menemukan bukti keberadaannya?
Fermi Paradox telah menjadi topik yang menarik di kalangan ilmuwan dan penggemar ilmu pengetahuan populer selama beberapa dekade. Banyak teori yang telah menjelaskan mengapa kita belum menemukan bukti keberadaan kehidupan cerdas di alam semesta, dan sejumlah literatur dan essay yang bisa jadi acuan. Juga adanya dua teori utama yasal usul manusia dan pengisi semesta seperti kita. Yang pertama adalah teori evolusi, yang menyatakan bahwa kehidupan di luar Bumi mungkin saja berkembang sendiri melalui proses evolusi yang serupa dengan yang terjadi di Bumi. Teori kedua adalah teori human seeding, yang menyatakan bahwa kehidupan di luar Bumi mungkin saja semaian entitas cerdas dari luar angkasa seperti The Archaic atau Architect.
Pada Mulanya Dan Proses 13,8 Milyar Tahun
Kita tahu sekarang bahwa pada mulanya semesta yang kita kenal saat ini terbentuk dari Big Bang sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu. Sejak saat itu, semesta terus berkembang dan berubah, membentuk bintang, planet, dan galaksi. Meskipun kita tidak tahu pasti bagaimana semesta muncul, para ilmuwan telah berhasil mempelajari banyak hal tentang sejarah dan perkembangannya.
Setelah Big Bang, alam semesta yang awalnya cahaya, sebelum berobah ke dalam sartikel atau materi dalam keadaan sangat panas dan padat. Setelah beberapa waktu, semesta mulai mendingin dan ekspansi. Partikel-partikel dalam semesta mulai berkumpul membentuk bintang dan galaksi. Proses ini berlangsung selama beberapa miliar tahun hingga membentuk semesta seperti yang kita lihat sekarang.
Permulaan Dan Pengembangan Tata Surya Berikut Bumi
Tata Surya kita berawal cahaya yang berubah menjadi partikel berbentuk awan gas dan debu yang melayang di ruang angkasa. Awan ini kemudian mulai mengumpul dan membentuk inti, yang akhirnya menjadi Matahari. Sisa-sisa awan gas dan debu membentuk planet-planet, termasuk Bumi.
Proses pembentukan Tata Surya ini memakan waktu ratusan juta tahun. Selama waktu ini, planet-planet terus tumbuh dan berkembang. Bumi, misalnya, awalnya dalam keadaan sangat panas dan belum cocok untuk kehidupan. Namun, setelah beberapa miliar tahun, Bumi menjadi tempat yang cocok untuk kehidupan, dengan atmosfer dan lingkungan yang tepat.
Teori Evolusi vs Teori Human Seeding oleh The Archaic atau Architect
Teori evolusi menyatakan bahwa kehidupan di Bumi bermula dari proses alamiah evolusi. Kehidupan muncul dari bahan-bahan kimia sederhana, dan berkembang menjadi bentuk kehidupan yang lebih kompleks. Proses ini memakan waktu miliaran tahun.
Teori human seeding, di sisi lain, menyatakan bahwa kehidupan di Bumi berasal dari makhluk luar angkasa yang sengaja menanamkan kehidupan di planet ini. The Archaic atau Architect dalam teori ini adalah makhluk luar angkasa yang bertanggung jawab atas penanaman kehidupan di Bumi.
Namun, hingga saat ini tidak ada bukti yang memadai untuk mendukung teori human seeding ini. Teori evolusi masih menjadi teori yang paling umum secara ilmiah untuk menjelaskan asal usul kehidupan di Bumi.
Mengingat Umur Semesta, Manusia Adalah New Kids on the Blok
Melihat umur semesta yang mencapai 13,8 miliar tahun, manusia merupakan spesies yang baru muncul dalam skala waktu kosmik. Bahkan, manusia baru muncul sekitar 200.000 – 300.000 tahun yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa manusia hanyalah spesies baru dalam lingkungan kosmik yang telah ada selama miliaran tahun.
Namun, meskipun manusia relatif baru, kita telah mencapai kemajuan teknologi dan pengetahuan yang luar biasa dalam waktu yang singkat. Ada kemungkinan bahwa spesies cerdas di luar Bumi, yang mungkin sudah ada jauh sebelum manusia, telah mencapai tingkat perkembangan yang jauh lebih maju. Mengapa? Karena mayoritas kita masih dominan berpikir linier dan bukan multi dimensi. Lihat saja betapa gamangya kita menjelaskan yang tak terlihat dengan kasat mata mengenai vibrasi, gravitasi, kuantum, materi gelap dan masih banyak lagi misteri yang tak dapat dijelaskan dalam dunia fisik
Ada Banyak Exoplanet, Termasuk Yang Sudah Masuk Dalam Katalog NASA
Banyak ilmuwan percaya bahwa kemungkinan kehidupan di luar Bumi sangat mungkin karena adanya penemuan exoplanet atau planet di luar tata surya kita yang layak huni. Sejak penemuan planet pertama di luar tata surya kita pada tahun 1995, para astronom telah menemukan ribuan exoplanet , Per 1 April 2023, ada 5.346 eksoplanet yang terkonfirmasi dalam 3.943 sistem planet, dengan 855 sistem memiliki lebih dari satu planet. Sebagian besar ditemukan oleh teleskop luar angkasa Kepler.
Para astronom menemukan exoplanet atau extrasurya menggunakan berbagai metode, termasuk metode transit, metode kecepatan radial, dan metode pelensaan mikro. Metode transit melibatkan pengamatan planet yang melewati bintang induknya dari sudut pandang pengamat di Bumi. Metode kecepatan radial mengamati perubahan kecepatan bintang akibat tarikan gravitasi planet-planet yang mengorbitnya. Sebaliknya, metode pelensaan mikro mengamati efek gravitasi planet pada cahaya bintang di belakangnya.
Meski tidak semua eksoplanet layak huni, peningkatan jumlah tersebut menunjukkan kemungkinan adanya planet pendukung kehidupan semakin besar. Namun, penemuan planet layak huni tidak menjamin bahwa kehidupan bisa ada di sana.
So, Apa Fermi Paradox?
Pada tahun 1950, saat Fermi dan rekan-rekannya sedang makan siang di Laboratorium Nasional Los Alamos, Fermi bertanya, “Di mana semua orang?”. Fermi menunjukkan adanya kehidupan berakal di luar angkasa. Fermi percaya bahwa ada kemungkinan besar kehidupan berakal di luar angkasa, dan jika ini benar, mereka seharusnya sudah menunjukkan diri mereka kepada kita sekarang.
Namun, setelah melihat semua bukti yang ada, Fermi tidak menemukan bukti yang cukup untuk mendukung keberadaan kehidupan cerdas di luar angkasa. Ini mengarah pada pertanyaan yang menarik dan terkenal di dunia astrofisika yang kita kenal sebagai Fermi Paradox. Pertanyaannya adalah, jika alam semesta sebesar ini, di mana semua orang?
Fermi Paradox telah memicu berbagai spekulasi dan teori yang berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Salah satu jawaban yang paling umum adalah bahwa kehidupan di luar bumi memang ada, tetapi kita belum bisa menemukannya karena keterbatasan teknologi dan keterbatasan pengetahuan kita tentang alam semesta.
Siapa Fermi?

Enrico Fermi adalah seorang fisikawan Italia yang terkenal karena karyanya mengembangkan reaktor nuklir pertama di dunia. Fermi lahir pada 29 September 1901 di Roma, Italia dan meninggal pada 28 November 1954 di Chicago, AS.
Fermi memenangkan Penghargaan Nobel dalam Fisika pada tahun 1938 untuk karyanya dalam pengembangan elemen transuranium dan penemuan reaksi nuklir. Selain itu, Fermi juga terkenal karena kontribusinya dalam bidang fisika partikel dan fisika nuklir.
Fermi bukanlah satu-satunya yang membahas tentang pertanyaan ini. Sebenarnya, pertanyaan tentang adanya kehidupan cerdas di luar angkasa telah muncul sejak awal abad ke-17 ketika para ilmuwan menyadari bahwa alam semesta jauh lebih besar dari apa yang mereka bayangkan. Namun, tidak banyak perdebatan tentang hal ini pada saat itu karena terbatasnya teknologi dan pengetahuan tentang alam semesta.
Para Ilmuan Lain Ikut Mengembangkan Teory Fermi Paradox
Fermi sendiri tidak menulis banyak tentang Fermi Paradox, tapi para ilmuwan lainlah kemudian memperluas gagasan Fermi dan mulai mempertimbangkan semua faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan cerdas di luar angkasa. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan kehidupan cerdas di luar angkasa, seperti kemungkinan kemajuan teknologi, lingkungan yang cocok untuk kehidupan, dan kemungkinan perjalanan antar bintang.
Ada banyak literatur dan esai yang bisa kita gunakan untuk mempelajari lebih lanjut tentang Fermi Paradox. Materialnya termasuk “The Eerie Silence: Are We Alone in the Universe?” oleh Paul Davies , “The Great Silence” karya Robin Hanson.karya Paul Davies. “The Fermi Paradox, Self-Replicating Probes, and the Interstellar Transportation Bandwidth” oleh Robert Freitas dan William Newman. Dan banyak lagi lainnya. Sebagi referensi, berikut daftarnya:
Literatur Tentang Fermi Paradox
“The Fermi Paradox: There Should Be 100,000 Intelligent Alien Civilizations in Our Galaxy – So Where Are They?” oleh Tim Urban.
Tim Urban, penulis di situs Wait But Why, menulis essay panjang tentang Fermi Paradox. Dalam esainya, Urban mencoba menjawab pertanyaan mengapa kita belum menemukan kehidupan cerdas di alam semesta. Dia mengidentifikasi beberapa kemungkinan seperti kemungkinan bahwa kehidupan cerdas sangat jarang atau bahwa peradaban sering menghancurkan diri sendiri. Urban menggunakan analogi untuk membantu membawa konsep ini ke dalam perspektif yang mudah pemahamannya, seperti membandingkan waktu evolusi kehidupan di bumi dengan ukuran stadion sepak bola.
“The Great Filter – Are We Almost Past It?” oleh Robin Hanson
Dalam esainya, Robin Hanson mengajukan gagasan tentang Great Filter, yang merupakan hambatan besar yang menghalangi kehidupan cerdas untuk berkembang dan mencapai fase peradaban yang maju. Hanson berargumen bahwa Great Filter bisa berada di depan kita atau sudah di belakang kita. Jika Great Filter ada di depan kita, maksudnya ini bisa berarti bahwa peradaban sering menghancurkan diri sendiri atau tidak dapat mengatasi tantangan teknologi seperti kecerdasan buatan atau senjata nuklir. Jika Great Filter ada di belakang kita, ini bisa berarti bahwa kita menjadi peradaban pertama di alam semesta yang melewati hambatan besar ini.
“The Eerie Silence: Are We Alone in the Universe?”
Literatur Paul Davies sangat menarik untuk mempelajari teori Fermi Paradox. Dalam bukunya, Davies mempertimbangkan fakta bahwa alam semesta sangat besar dan kompleks, dengan miliaran galaksi dan bintang-bintang. Dia juga mempertimbangkan bahwa kehidupan di bumi terbentuk dengan sangat cepat, hanya beberapa ratus juta tahun setelah bumi terbentuk. Namun, perdebatan Fermi Paradox, kita belum menemukan bukti keberadaan kehidupan cerdas di alam semesta.
Davies membahas beberapa kemungkinan mengapa kita belum menemukan bukti keberadaan kehidupan cerdas. Salah satunya adalah bahwa kehidupan cerdas sangat jarang dan terjadi hanya sekali atau dua kali di seluruh alam semesta. Namun, Davies berpendapat bahwa kemungkinan ini tidak cukup untuk menjelaskan Fermi Paradox, mengingat banyaknya kemungkinan di alam semesta.
Davies juga mempertimbangkan kemungkinan bahwa kehidupan cerdas ada di luar sana, tetapi mereka mungkin tidak ingin berkomunikasi dengan kita. Dia mempertimbangkan kemungkinan bahwa kehidupan cerdas mungkin terlalu maju atau terlalu tidak tertarik dengan keberadaan kita sebagai peradaban.

Selain itu, Davies juga membahas konsep yang dikenal sebagai “drake equation”, yang digunakan untuk memperkirakan jumlah peradaban cerdas yang mungkin ada di alam semesta. Dia juga membahas bagaimana kemajuan teknologi, seperti teleskop dan pencarian tanda-tanda kehidupan di planet-planet lain, dapat membantu kita memahami lebih lanjut tentang keberadaan kehidupan cerdas di alam semesta.
Secara keseluruhan, “The Eerie Silence: Are We Alone in the Universe?” adalah bacaan yang sangat menarik bagi siapa saja yang tertarik dengan topik Fermi Paradox dan pencarian kehidupan cerdas di alam semesta. Buku ini membahas banyak aspek yang berbeda dari teori Fermi Paradox dan memberikan pandangan yang menarik dan mendalam tentang kemungkinan keberadaan kehidupan cerdas di alam semesta.
“Where Is Everybody?”
Esai oleh filsuf Swedia Nick Bostrom, yang terkenal karena karyanya tentang teori pilihan dan filsafat kontemporer. Dalam esainya, Bostrom membahas teori Fermi paradox dan mencoba menjelaskan mengapa kita belum menemukan bukti keberadaan kehidupan berakal di luar Bumi.
Bostrom memulai artikelnya dengan menunjukkan keanehan fakta bahwa meskipun ada jutaan planet yang berpotensi layak huni di galaksi kita untuk kehidupan berakal, kita belum menemukan bukti adanya kehidupan berakal di luar bumi.
Bostrom mengatakan kita telah mencari tanda-tanda kehidupan di luar bumi selama beberapa dekade, termasuk mengirim pesawat ruang angkasa dan teleskop ke luar angkasa, tetapi kami masih belum menemukan tanda-tanda kehidupan berakal.
Ia kemudian mencoba menjelaskan mengapa kita belum menemukan tanda-tanda kehidupan berakal di luar Bumi dengan mengajukan beberapa kemungkinan.
Pertama, dia menyarankan bahwa kehidupan berakal di luar Bumi mungkin tidak menggunakan teknologi seperti yang kita kenal sekarang. Misalnya, mereka mungkin menggunakan teknologi yang lebih maju dan canggih dari pada teknologi manusia yang tersedia saat ini.
Kedua, Bostrom mengatakan mungkin ada penghalang fisik yang mencegah kehidupan cerdas di luar bumi mencapai Bumi. Misalnya, mungkin ada penghalang seperti jarak yang jauh atau radiasi berbahaya yang melindungi planet kita dari alien cerdas.
Ketiga, Bostrom menunjukkan bahwa mungkin ada faktor sosial atau psikologis yang mencegah kita menemukan kehidupan di luar bumi, Bostrom mengajak kita untuk menjelajahi dunia luar lebih jauh dan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Takeaway Fermi Paradox
Banyak ahli dan ilmuwan yang membantah teori Pembibitan Manusia karena tidak ada bukti yang mendukungnya. Pada saat yang sama, teori evolusi lebih diterima secara umum karena berkaitan dengan prinsip ilmiah dan alam semesta universal. Bisakah kita menerima Fermi Paradox? Itu semua tergantung pada pembaca yang memutuskan: menggunakan pemikiran linier atau multidimensi, siapa tahu yang terakhir bisa bertemu dengan sang arsitek atau archy-generator untuk menjelaskan semua ini. Lha, wong dia kok Sang Arsitek.