Sekarang saya tahu Semesta – Kita manusia khususnya yang telah mature atau dewasa, setidaknya pernah berpikir; siapa saya, mengapa saya disini, untuk apa dan kemana saya pergi setelah tubuh ini tidak lagi mendukung jiwa kita? Begitu banyak pertanyaan seperti ini datang dan pergi dalam alam pikir.
Lebih dari dua dekade lalu seputar tahun 2002, Moby menginspirasi kita dengan lagu “We Are All Made Of Stars” dengan lirik:
People they come together ( kita hadir bersama-sama )
People they fall apart ( kita berantakan bersama-sama )
No one can stop us now ( Tidak ada yang bisa menghentikan kita sekarang )
Cause we are all made of stars ( Karena kita semua terbuat dari bintang )
Liriknya diatas terinspirasi oleh prinsip ilmiah bahwa semua materi di alam semesta pada dasarnya terdiri dari debu bintang. Secara ilmiah. Terlepas dari dua unsur (hidrogen dan helium?) segala sesuatu yang lain pada tabel periodik unsur (yang dengannya kita terdiri) berasal dari tungku bintang di suatu tempat. Menurut Moby, semua dan segala sesuatuny dan tidak ada satu bagian pun dari kita yang tidak hadir dalam 1/2 detik pertama big bang. Secara teknis, kita semua berusia lebih dari 13.600.000.000 tahun.
Mungkin bagi banyak kita tidak dapat menerima hal ini karena seperti biasa, kita manusia hanya mempercayai apa yang kita lihat dengan mata sendiri. Tapi sebelum memutuskan apa pun, mari coba kita lihat bagai mana model semesta; model yang terkecil, dari sub atomik, atom, molekul, sel, organ hingga tubuh kita, sebenarnya tidaklah berbeda jauh dengan apa yang ada di atas kita. maksudnya bila kita membandingkan semua yang telah disebutkna dengan tata surya, galaksi, cluster dan supercluster serta filamen, mungkin memberi kita perspektif baru dengan kemiripan dari yang terkecil hingga yang terbesar. Beberapa master dan sage menggambarkan semesta seperti halnya pola berulang atau fraktal. Nikola Tesla sendiri pernah mengatakan “Seandainya kita tahu kehebatan 3, 6 dan 9, maka kita akan memiliki kunci alam semesta”.

Semakin kita berumur, kemungkinan besar kita akan pernah melihat dan menyadari bahwa segala sesuatunya berjalan sesuai tempatnya, bahkan jika pada awalnya terlihat aneh, mengerikan tapi kita akan tahu dan mengerti banyak misteri dan menjadi paham.
Struktur Alam Semesta Dan Otak Manusia Sangat Mirip
Dalam disiplin spiritual Taoisme Timur, tubuh manusia telah lama dipandang sebagai alam semesta kecil, sebagai mikrokosmos. Ketika investasi miliaran dolar dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa untuk meneliti fungsi otak, korelasi antara otak dan alam semesta terus muncul.
Perhatikan gambar yang menggambarkan persamaan. Jaringan saraf sel otak dan gambar distribusi materi gelap di alam semesta seperti yang disimulasikan oleh Millennium Simulation.



Gambar-gambar menunjukkan kesamaan struktural dalam hal koneksi dan distribusi materi di otak dan di alam semesta. Foto di sebelah kiri adalah tampilan mikroskopis, yang di sebelah kanan adalah tampilan makroskopik.
Otak Itu Seperti Mikrokosmos
Sebuah studi yang dilakukan oleh Dmitri Krioukov dari University of California dan tim peneliti yang diterbitkan di Nature tahun lalu menunjukkan kesamaan mencolok antara jaringan saraf di otak dan koneksi jaringan antar galaksi.
Menurut Live science, tim Dmitri Krioukov menciptakan simulasi komputer yang memecah alam semesta yang diketahui menjadi unit ruang-waktu kecil subatomik. Simulasi tersebut menambahkan lebih banyak unit ruang-waktu seiring dengan perkembangan sejarah alam semesta. Interaksi yang berkembang antara materi di galaksi mirip dengan interaksi yang terdiri dari jaringan saraf di otak manusia.
Pada Mei 2011, Seyed Hadi Anjamrooz dari Universitas Ilmu Kedokteran Kerman dan ilmuwan medis Iran lainnya menerbitkan sebuah artikel di Jurnal Internasional Ilmu Fisika tentang persamaan antara sel dan alam semesta. Tim ini menjelaskan bahwa lubang hitam menyerupai inti sel. Cakrawala peristiwa lubang hitam—semacam titik tanpa arah di mana tarikan gravitasi akan menyedot benda ke dalam lubang hitam—juga menyerupai membran nuklir.
Cakrawala peristiwa berlapis ganda, seperti membran nuklir. Sama seperti cakrawala peristiwa, yang mencegah apa pun yang masuk dan tak ada yang keluar, membran nukleus memisahkan cairan sel, mencegah pencampuran, dan mengatur pertukaran materi antara bagian dalam dan luar nukleus. Lubang hitam dan sel hidup juga sama-sama memancarkan radiasi elektromagnetik, di antara kesamaan lainnya.
Bintang-bintang yang menjadi supernova juga punya banyak andil dalam menciptakan berbagai jenis elemen yang terkandung dalam tabel periodik, termasuk yang membentuk tubuh manusia.
Ilmuwan planet dan pakar debu bintang Dr Ashley King lebih jauh menjelaskan bahwa jika semua ini benar-benar 100% benar: hampir semua elemen dalam tubuh manusia dibuat di bintang dan banyak yang telah melalui beberapa supernova.
Bintang Dan Waktu
Bintang besar bertahan selama beberapa juta tahun, sedangkan bintang yang lebih kecil bertahan lebih dari 10 miliar tahun. Kita tidak dapat benar-benar melihat dan menonton bentuk bintang dan menyaksikan apa yang terjadi secara real time. Ketika kita melihat bintang-bintang melalui teleskop, apa yang kita lihat mungkin terjadi jutaan tahun yang lalu dan dapat mengetahui beberapa hal tentang riasannya berdasarkan warna dan suhu. Pada tahun 1987 ada terjadi ledakan supernova yang benar-benar memungkinkan para ilmuwan untuk menyaksikan dan menonton serta merekam cincin materi yang dikeluarkan.
Jadi Apakah Kita Benar-benar Terbuat Dari Debu Bintang?

Sebagian besar elemen tubuh kita terbentuk di bintang-bintang selama miliaran tahun dan beberapa masa hidup bintang.
Kenangan hidup kita, pada prinsipnya, dapat disimpan dalam struktur alam semesta.
Christof Koch, seorang peneliti terkemuka tentang kesadaran dan otak manusia, menyebut otak sebagai”objek paling kompleks di alam semesta yang diketahui. Tidak sulit untuk melihat mengapa ini mungkin benar. Dengan seratus miliar neuron dan seratus triliun koneksi, otak adalah objek yang sangat kompleks.
Tetapi ada banyak objek rumit lainnya di alam semesta. Misalnya, galaksi dapat dikelompokkan menjadi struktur yang sangat besar (disebut cluster, supercluster, dan filamen) yang membentang selama ratusan juta tahun cahaya. Batas antara struktur-struktur ini dan bentangan ruang kosong di sekitarnya yang disebut rongga kosmik bisa sangat rumit.1 Gravitasi mempercepat materi pada batas-batas ini hingga kecepatan ribuan kilometer per detik, menciptakan gelombang kejut dan turbulensi dalam gas antargalaksi. Kami telah memperkirakan bahwa batas filamen-hampa adalah salah satu volume alam semesta yang paling kompleks, yang diukur dengan jumlah bit informasi yang diperlukan untuk menggambarkannya.
Ini membuat kita berpikir: Apakah ini lebih kompleks daripada otak?
Astrofisikawan dan ahli saraf bergabung untuk membandingkan secara kuantitatif kompleksitas jaringan galaksi dan jaringan saraf. Hasil pertama dari perbandingan kami benar-benar mengejutkan: Tidak hanya kompleksitas otak dan jaringan kosmik yang sebenarnya serupa, tetapi juga strukturnya. Alam semesta mungkin serupa diri di seluruh skala yang berbeda ukurannya dengan faktor satu miliar miliar miliar.
Banyaknya neuron di otak manusia sama halnya dengan jumlah galaksi di alam semesta yang dapat diamati.
Apakah kesamaan yang tampak hanyalah kecenderungan manusia untuk mereka-reka pola yang bermakna dalam data acak (apofenia)? Jawabannya sepertinya tidak: Analisis statistik menunjukkan bahwa sistem ini memang menghadirkan kesamaan kuantitatif. Para peneliti secara teratur menggunakan teknik yang disebut analisis spektrum daya untuk mempelajari distribusi galaksi dalam skala besar. Spektrum daya gambar mengukur kekuatan fluktuasi struktural milik skala spasial tertentu. Dengan kata lain, ini memberi tahu kita berapa banyak nada frekuensi tinggi dan frekuensi rendah yang membuat melodi spasial yang aneh dari setiap gambar.
Sebagai perbandingan, spektrum daya sistem kompleks lainnya (termasuk proyeksi gambar awan, cabang pohon, dan turbulensi plasma dan air) cukup berbeda dari web kosmik. Spektrum daya dari sistem lain ini menunjukkan ketergantungan yang lebih curam pada skala, yang mungkin merupakan manifestasi dari sifat fraktalnya. Ini sangat mencolok untuk distribusi cabang di pohon dan dalam pola awan, yang keduanya terkenal sebagai sistem seperti fraktal dengan kesamaan diri di berbagai skala besar. Untuk jaringan kompleks web kosmik dan otak manusia, di sisi lain, perilaku yang diamati bukanlah fraktal, yang dapat ditafsirkan sebagai bukti munculnya struktur yang bergantung pada skala dan terorganisir sendiri.
Memperkirakan kompleksitas otak manusia jauh lebih sulit, karena simulasi global otak tetap menjadi tantangan yang belum terpenuhi. Namun, kita dapat berargumen bahwa kompleksitas sebanding dengan kecerdasan dan kognisi. Berdasarkan analisis terbaru dari konektivitas jaringan otak, studi independen telah menyimpulkan bahwa total kapasitas memori otak manusia dewasa harus sekitar 2,5 petabyte, tidak jauh dari kisaran 1-10 petabyte yang diperkirakan untuk web kosmik!
Secara kasar, kesamaan dalam kapasitas memori ini berarti bahwa seluruh tubuh informasi yang disimpan dalam otak dan DNA manusia (misalnya, seluruh pengalaman hidup seseorang yang juga di sebut sebagai Perpustakaan Akashic) juga dapat dikodekan ke dalam distribusi galaksi di alam semesta kita. Atau, sebaliknya, perangkat komputasi dengan kapasitas memori otak manusia dapat mereproduksi kompleksitas yang ditampilkan oleh alam semesta pada skala terbesarnya.
Apakah fakta ini memberi tahu kita sesuatu yang mendalam tentang fisika fenomena yang muncul dalam dua sistem? Atau kemampuan kita sebagai H sapiens yang baru berumur 75.000 tahun belum memungkinkan kita untuk tahu akan misteri-misteri semesta dalam bentuk mikro dan makro harus menunggu pemuan baru? Mungkin saja. ( Sekarang saya tahu )